Dari definisi di atas kita sudah pasti akan menilai, bahwa peristiwa ini sungguh hebat dan memukau, bagaimana tidak, seorang hamba Allah bertemu langsung dengan Allah SWT., yang sudah pasti tak disangka dan tidak diduga lagi bahwa hamba yang seperti ini adalah hamba yang luar biasa, siapa lagi jikalau bukan Nabi Besar dan Nabi Akhir Zaman yaitu Nabi Muhammad Saw., yang sudah sangat masyhur sekali, bukan hanya dikalangan penduduk bumi saja, tetapi juga dikalangan penduduk langit. Nabi Muhammad Saw.-lah yang mendapatkan tiket secara langsung bertemu sang Khalik, padahal Nabi-Nabi sebelumnya tak ada satu pun yang mendapatkan tiket atau undangan VIP dari Allah SWT.
Sehingga peristiwa ini begitu sangat sakral dan Istimewanya bagi Umat Islam sendiri, oleh karena itu diadakanlah acara Isra’ dan Mi’raj hamper diseluruh dunia, dan yang lebih khusus lagi Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduknya adalah beragama Islam yang sudah barang tentu mengadakan acara semacam ini, mulai dari ormas-ormas Islam hingga Pengajian Rutinan, dan yang mengadakan acara ini pun dari berbagai kalangan yang berbeda-beda, mulai para orang tua hingga anak-anak di sekolah TPA.
Menjamurnya acara Isra’ dan Mi’raj diseantero Nusantara ini membuat umat Islam bangga, begitu kompaknya Umat Islam mengadakan acara yang sungguh-sungguh mulia dan sakral ini. Namun pada realitanya acara hanyalah sebatas acara, yang isinya hanyalah sebagai pengingat bukan sebagai penggerak, coba kita bayangkan berapa kali kita mengikuti acara Isra’ dan Mi’raj selama kita hidup? Dan berapa banyakkah yang bisa kita petik hikmah dari acara Isra’ dan Mi’raj selama kita hidup? Maka kita akan kebingungan menjawabnya.
Lalu apakah yang salah terhadap semua ini? Apakah yang mengelola acara tersebut yang salah? ataukah kita yang mengikuti acara tersebut belum bisa mengambil dan memetik bunga yang seharusnya sebagai penghias hati kita, bukan sebagai bunga yang malah kita petik lalu dibuang saja dengan percuma, maka jawabannya ada di dalam hati masing-masing pembaca sekalian.
Terlepas dari itu semua, penulis menginginkan makna dari Isra’ dan Mi’raj ini agar lebih kental dengan menyodorkan 4 hikmah yang terkandung di dalam peristiwa yang sungguh luar biasa ini yaitu Isra’ dan Mi’raj:
01. Sebuah Perjalanan dari Masjid ke Masjid
Yang sudah kita ketahui bahwa perjalanan Rasulullah Saw. pada malam hari dari Masjid al-Haram di Mekkah al-Mukarramah menuju Masjid al-Aqsa di Palestina, dari sini kita bisa mengambil 2 buah kesimpulan yaitu “sebuah perjalanan” dan kata “Masjid”, ada apa dengan dua kesimpulan ini? mari kita akan membahasnya bersama-sama.
Pertama, sebuah perjalanan yang mempunyai arti maju atau kemajuan, contohnya jika kita ingin pergi ke pasar hendaknya kita melakukan sebuah perjalanan menuju pasar yang kita tuju, dan perjalanan itu sudah pasti maju, tidak mungkin jika kita berjalan malah mundur ke belakang, ini akan menjadi salah kaprah dan bahkan akan berefek kepada kita, karena kita tidak akan sampai di tempat tujuan, disebablakan kita melakukan perjalanan yang mundur. Oleh karena itu kesimpulanannya setiap yang berjalan pasti maju ke depan.
Yang kedua, kata Masjid, dalam peristiwa ini Nabi Muhammad SAW. singgah dari masjid ke masjid, ini mempunyai arti yang ada kaitannya dengan kesimpulan yang pertama, dengan menarik sebuah pemikiran bahwa jika Umat Islam ingin menjadi umat yang maju dari segi fisik, moral, akhlak, ilmu dan lain sebagainya, maka haruslah dibina dari masjid, dididik di masjid dan dibesarkan dalam lingkungan masjid.
Hal ini sangat berpengaruh sekali dalam segi psikis Umat Islam. Umat Islam yang jauh dengan masjid atau yang tidak mau meramaikan masjid, maka ia akan sulit sekali untuk melakukan ibadah-ibadah yang disukai oleh Allah SWT., ini tercermin dari sisi lingkungan, karena lingkunganlah yang paling berpengaruh dari segi kejiwaan seseorang, apakah ia baik ataukah malah sebaliknya? Semua ini ada kaitannya dengan lingkungan, oleh karena itu para generasi penerus bangsa, mari ramaikanlah masjid-masjidmu demi kejayaan Islam dengan berbagai kegiatan bukan hanya semata ibadah shalat dan membaca al-Qur’an saja, tetapi semua kegiatan yang bermanfaat hendaklah dilaksanakan di masjid, jadikanlah masjid sebagai markas besar seluruh Umat Islam.
Hal ini tidak bisa dipungkiri lagi bahwa semenjak dahulu yaitu ketika zaman Nabi Muhammad SAW. yang kala itu umat Islam ingin maju melalui sarana Masjid. Masjid pada zaman Nabi Muhammad Saw. sebagai pusat pelatihan, pusat meditasi, pusat konsultasi hingga pusat strategi berperang. Masjid zaman dahulu bukan hanya digunakan sebagai sarana ibadah saja, tetapi juga sebagai pusat pelatihan bagi para pemuda dan generasi penerus Islam, sebagai pusat meditasi bagi seluruh umat Islam kala itu, untuk mendapatkan santapan rohani dan taqarub kepada Allah SWT., sebagai pusat konsultasi bagi umat Islam yang belum mengerti dengan secara kaffah agama Islam dan yang terakhir sebagai pusat strategi berperang ketika umat Islam dalam masa berperang.
Oleh karena itu mari bersama-sama mengembalikan fungsi masjid ke bentuk asalnya, yaitu masjid seperti zaman Rasulullah Saw., sebagai pusat kegiatan apapun yang bermanfaat bagi kelangsungan dan kejayaan umat Islam sebagai Umat yang rahmatal lil ‘Alamin. Amin.
Bersambung ke Part. 2.....