Sebuah peradaban sangat erat sekali hubungannya dengan perkembangan pemikiran manusia, semakin maju peradaban itu, semakin maju pula pola pemikiran manusia. Lalu bagaimanakah pemikiran dan peradaban yang berkembang pada zaman sekarang ini, yang selalu dikaitkan dengan teknologi serba canggih dan instan?
Berangkat dari analisis itu, IKPM (Ikatan Keluarga Pondok Modern) Gontor membuat terobosan yang begitu berani, dengan menggelar dialog umum CIOS (Center For Islamic and Occidental Studies) dalam naungan Institute Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor. Berani, karena CIOS ini menggali, mempelajari, dan mengkritisi peradaban Barat tanpa terpengaruh oleh peradaban tersebut. Acara ini dilangsungkan di Aula Shalah Kamil pada hari Rabu, 18 Februari lalu.
Acara yang dijadwalkan akan berlangsung sekitar 15:00 terpaksa harus ditunda, dikarenakan berbagai kendala, sehingga acara pun baru berjalan pukul 17:00. setelah dibuka dan diresmikan oleh Duta Besar Indonesia di Mesir, Bapak Abdurrahman Muhammad Fachir, dimulailah sesi dialog CIOS yang pertama kali diadakan di kalangan Masisir ini.
Materi dipersentasikan oleh dua pakar CIOS. Presentator pertama adalah Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, seorang pakar dan peneliti CIOS dalam bidang pemikiran Islam yang kali ini mengantarkan kajian “Ilmu Kalam dalam Ranah Pemikiran Islam”. Sedangkan pemateri kedua, Dr. Dihyatun Masqon, seorang pakar dan peneliti CIOS dalam bidang peradaban Islam dan Barat, membawakan tema “Peradaban Islam vis a vis Peradaban Barat”. Sutrisno Hadi yang dipercaya sebagai moderator pun membawa dialog umum ini dengan optimal.
Dr. Amal Fathullah Zarkasyi menjelaskan bahwa ilmu Kalam adalah ilmu yang bertujuan untuk menguatkan keyakinan seseorang terhadap Islam dan membantah orang-orang yang ingin menghancurkan Islam. Ilmu Kalam merupakan satu dari empat ilmu pemikiran Islam yang berkembang saat ini, tiga lainnya adalah ilmu Tasawuf, Ushul Fikih, dan Filsafat. Alumnus Universitas Kairo jurusan Darul Ulum ini melanjutkan, “Untuk membangun peradaban Islam yang kokoh lagi kuat, dibutuhkan orang-orang yang dapat menguasai konsep Islam secara menyeluruh. Baik dalam bidang filsafat maupun fikih, untuk kemudian menggali dan mengkritisi filsafat Barat serta mendialogkannya dengan asas pandangan hidup Islam. Jika ditelusuri, Islam adalah agama yang hebat dan agama yang kuat, karena Islam bertumpu kepada nash-nash yang terjaga kesuciannya dan digabungkan dengan akal yang sehat. Sedangakan Barat lebih mengacu materialisme dan rasionalisme murni.
Presentator kedua, Dr. Dihyatun Masqan, menjelaskan betapa pentingnya penguasaan bahasa Arab sebagai sandaran kuat dan pegangan untuk menelusuri khazanah-khazanah Islam yang kuat. Beliau juga menyatakan bahwa Islam dibangun dengan dua tumpuan fundamental; asas spiritual (akhirat) dan asas materialisme (dunia). Kedua prinsip ini saling mengisi dan menyokong. Sedangkan Barat hanyalah bertumpu kepada asas materialisme (dunia). Beliau bersandar kepada sebuah ayat al-Qur`an dalam surat al-Anbiya ayat 107 yang artinya “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”, dari firman Allah tersebut sudah jelaslah bahwa Islam bukan hanya milik Islam saja, namun milik seluruh alam serta penghuninya, sedangkan Barat hanyalah untuk dirinya sendiri.
Acara pun berakhir pada pukul 20:30 dengan tempuk tangan yang membahana dari ratusan peserta yang hadir. Mereka mendapatkan ilmu yang luar biasa pada malam hari ini, dan yakin bahwa peradaban Islam adalah peradaban yang hebat dan menakjubkan
Arsip Blog
Katagori
- Berita (2)
- Cinta (5)
- Ibadah (15)
- Jajak Pendapat (3)
- Kesehatan (4)
- Persahabatan (1)
- Wanita (3)
Links
Rabu, 11 Maret 2009
Selasa, 03 Maret 2009
Di Antara Kebaikan dan Kebatilan
Kehidupan di dunia ini terdiri dari dua pilihan, yaitu kebaikan dan kebatilan. Terkadang kita sulit membedakan antara kebaikan dan kebatilan. Jika kita mau berfikir secara mendalam, maka pada hakikatnya kebaikan dan kebatilan tampak jelas sekali perbedaannya. Akan tetapi jika kita tidak memikirkannya secara teliti dan benar, maka terasa sulit sekali membedakan antara dua hal tersebut. Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan hawa nafsu kita yang kadang akan mendorong kita ke jurang kehinaan, karena hawa nafsu lebih condong kepada kebatilan.
Terkadang kita memiliki rasa bersalah atas perbuatan yang kita telah lakukan dan kadang pula kita merasa bahagia sekali dengan apa yang kita telah perbuat. Dari sini kita sudah mengetahui mana perbuatan yang batil dan mana perbuatan baik, yang pada akhirnya jika kita melakukan kebaikan maka kebahagiaan telah menunggu kita, walaupun untuk melakukan perbuatan kebaikan itu sulit dan penuh cobaan. Sedangkan jika kita melakukan perbuatan batil, maka penyesalan yang tiada tara akan selalu menghantui perasaan kita, walaupun untuk melalukannya sangat mudah dan tak pernah ada cobaan serta rintangan.
Perbuatan kebaikan biasanya akan menenangkan hati seseorang yang melakukannya. Ia tidak merasa gundah untuk melaksanakannya dan bahkan kenikmatan yang ia alami akan terasa abadi. Namun, jika perbuatan batil, yang ada hanyalah kesesatan dan keburukan, mulai dari hatinya terus-menerus bergemuruh, selalu gundah disaat melakukannya, hingga terkesan menyesali perbuatannya. Itu dikarenakan kenikmatan yang ia dapati hanyalah sesaat, lalu ia pun akan mendapatkan balasan setimpal dengan apa yang telah dijanjikan oleh Allah.
Dua pilihan ini erat hubungannya dengan balasan dari Allah, yaitu pahala dan dosa. Jika kita melakukan kebaikan maka pahala Allah yang indah itulah yang akan menemani kita di akhirat kelak, namun jika kita berbuat kebatilan, maka kita pun akan dinanti oleh azab Allah yang begitu kerasnya. Allah tidak akan mengurangi sedikitpun pahala yang kita raih, dan Allah pun tidak akan memperbanyak dosa yang kita lakukan, karena Allah adalah Maha Adil dan tidak ada satupun makhluk di alam ini yang menyamaiNya.
Kebaikan dan kebatilan yang dilakukan oleh manusia sangat kental kaitannya dengan hubungannya kepada Allah dan makhluk Allah yang lainnya. Bagaimana ia menyerahkan diri sepenuhnya sebagai seorang hamba Allah, apakah ia akan melakukan segala apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah, ataukah sebaliknya?. Kemudian bagaimana ia berinterakasi dengan sesama makhluk Allah, karena manusia adalah makhluk sosial, apakah ia akan memperindah dan melestarikan dunia ini, serta menjadikannya sebagai sumber ilmu yang bermanfaat dalam segala hal, lalu semua itu sebagai sarana kesyukuran atas segala nikmatNya, atau malah sebaliknya?.
Allah berfirman dalam masalah kebaikan: “Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri” (QS. Asy Syuura: 23) dari ayat ini kita akan mengetahui bagaimana Allah menempatkan kebaikan pada posisi yang sangat spesial, karena Allah akan menambahkan kebaikan kepada kebaikan itu, artinya Allah akan melipatgandakan segala perbuatan baik. Bahkan, dalam kebaikan, niat saja sudah dicatat oleh Allah sebagai pahala, apalagi jika disertai melakukannya, maka pahalanya pun akan berlipat-lipat ganda.
Berbeda dengan kebatilan, Allah tidak mencatat niat amalan batil sebelum ia melakukan perbuatan tersebut, namun jika ia melakukan perbuatan tersebut maka niat dan perbuatannya pun akan sama-sama mendapatkan ganjaran yang setimpal. Disinilah keindahan islam, islam sangat menyayangi pemeluknya. Jika islam sudah mencatat niat amalan batil seseorang sebelum ia melakukan perbuatan tersebut, maka niscaya berat sekali bagi pemeluknya. Oleh karena itu kesyukuran yang paling tinggi dan hebat adalah kesyukuran atas nikmat islam yang telah tertanam di dalam diri kita masing-masing.
Oleh karena itu, mulailah dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan dari saat ini untuk menjadikan segala hal dan tingkah laku sebagai suatu sarana untuk berbuat kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Karena kebenaran adalah perbuatan yang amat indah sedangkan keburukan adalah perbuatan yang tercela.
Terkadang kita memiliki rasa bersalah atas perbuatan yang kita telah lakukan dan kadang pula kita merasa bahagia sekali dengan apa yang kita telah perbuat. Dari sini kita sudah mengetahui mana perbuatan yang batil dan mana perbuatan baik, yang pada akhirnya jika kita melakukan kebaikan maka kebahagiaan telah menunggu kita, walaupun untuk melakukan perbuatan kebaikan itu sulit dan penuh cobaan. Sedangkan jika kita melakukan perbuatan batil, maka penyesalan yang tiada tara akan selalu menghantui perasaan kita, walaupun untuk melalukannya sangat mudah dan tak pernah ada cobaan serta rintangan.
Perbuatan kebaikan biasanya akan menenangkan hati seseorang yang melakukannya. Ia tidak merasa gundah untuk melaksanakannya dan bahkan kenikmatan yang ia alami akan terasa abadi. Namun, jika perbuatan batil, yang ada hanyalah kesesatan dan keburukan, mulai dari hatinya terus-menerus bergemuruh, selalu gundah disaat melakukannya, hingga terkesan menyesali perbuatannya. Itu dikarenakan kenikmatan yang ia dapati hanyalah sesaat, lalu ia pun akan mendapatkan balasan setimpal dengan apa yang telah dijanjikan oleh Allah.
Dua pilihan ini erat hubungannya dengan balasan dari Allah, yaitu pahala dan dosa. Jika kita melakukan kebaikan maka pahala Allah yang indah itulah yang akan menemani kita di akhirat kelak, namun jika kita berbuat kebatilan, maka kita pun akan dinanti oleh azab Allah yang begitu kerasnya. Allah tidak akan mengurangi sedikitpun pahala yang kita raih, dan Allah pun tidak akan memperbanyak dosa yang kita lakukan, karena Allah adalah Maha Adil dan tidak ada satupun makhluk di alam ini yang menyamaiNya.
Kebaikan dan kebatilan yang dilakukan oleh manusia sangat kental kaitannya dengan hubungannya kepada Allah dan makhluk Allah yang lainnya. Bagaimana ia menyerahkan diri sepenuhnya sebagai seorang hamba Allah, apakah ia akan melakukan segala apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah, ataukah sebaliknya?. Kemudian bagaimana ia berinterakasi dengan sesama makhluk Allah, karena manusia adalah makhluk sosial, apakah ia akan memperindah dan melestarikan dunia ini, serta menjadikannya sebagai sumber ilmu yang bermanfaat dalam segala hal, lalu semua itu sebagai sarana kesyukuran atas segala nikmatNya, atau malah sebaliknya?.
Allah berfirman dalam masalah kebaikan: “Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri” (QS. Asy Syuura: 23) dari ayat ini kita akan mengetahui bagaimana Allah menempatkan kebaikan pada posisi yang sangat spesial, karena Allah akan menambahkan kebaikan kepada kebaikan itu, artinya Allah akan melipatgandakan segala perbuatan baik. Bahkan, dalam kebaikan, niat saja sudah dicatat oleh Allah sebagai pahala, apalagi jika disertai melakukannya, maka pahalanya pun akan berlipat-lipat ganda.
Berbeda dengan kebatilan, Allah tidak mencatat niat amalan batil sebelum ia melakukan perbuatan tersebut, namun jika ia melakukan perbuatan tersebut maka niat dan perbuatannya pun akan sama-sama mendapatkan ganjaran yang setimpal. Disinilah keindahan islam, islam sangat menyayangi pemeluknya. Jika islam sudah mencatat niat amalan batil seseorang sebelum ia melakukan perbuatan tersebut, maka niscaya berat sekali bagi pemeluknya. Oleh karena itu kesyukuran yang paling tinggi dan hebat adalah kesyukuran atas nikmat islam yang telah tertanam di dalam diri kita masing-masing.
Oleh karena itu, mulailah dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan dari saat ini untuk menjadikan segala hal dan tingkah laku sebagai suatu sarana untuk berbuat kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Karena kebenaran adalah perbuatan yang amat indah sedangkan keburukan adalah perbuatan yang tercela.
Langganan:
Postingan (Atom)