Dari berbagai pengertian bahasa yang di atas maka kita bisa mengambil sebuah kesimpulan seperti apa yang dikatakan oleh Al-Zabidy dalam kitabnya Taj al-‘Urus bahwa yang dimaksud dengan al-Hijab adalah segala sesuatu yang menghalangi antara kedua belah pihak. Artinya ada sebuah benda yang menghalangi penglihatan kita terhadap orang lain, contohnya, ketika ada dua orang sedang berbicara, tetapi ditengah-tengah mereka terdapat tembok yang besar, sehingga dengan adanya tembok yang besar itu, mengakibatkan kedua orang itu tidak melihat satu sama lain. nah…tembok inilah yang dinamakan al-Hijab.
Sedangkan menurut istilah syara’, al-Hijab adalah suatu tabir yang menutupi semua anggota badan wanita, kecuali wajah dan kedua telapak tangan dari penglihatan orang lain. Dalam agama kita yaitu Islam, hal ini bertujuan untuk menghindari fitnah di antara dua jenis manusia yang berbeda, yaitu pria dan wanita, dikarenakan dari ujung rambut hingga ujung kaki bagi wanita, semua merupakan aurat yang harus ditutupi, kecuali telapak tangan dan wajah tentunya. Sedangkan bagi kaum pria, bertujuan agar bisa Ghadul Bashar atau menundukan pandangan, selain itu juga dapat mencegah dari perbuatan berkhalwat atau berdua-duaan ditempat sepi antara lawan jenis, dan lain sebagainya yang bertujuan untuk mehindari dari berbagai bentuk maksiat yang dibisikan syeitan melalu pendengaran kita. Karena syeitan akan terus menggoda hingga orang yang dituju syeitan itu bisa mengikuti perintah dan langkah syeitan. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah
Dalam al-Qur’an pun disebutkan tentang al-Hijab ini, walaupun satu ayat, tetapi bermakna sangat dalam sekali terhadap definisi al-Hijab itu sendiri, sehingga ayat ini diberi nama dengan “Ayat Hijab”, ayat ini terdapat di surat al-Ahzab ayat 53, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Ayat ini turun berkenaan dengan hak istri-istrinya Nabi Muhammad Saw.. Pada suatu ketika Umar bin Khaththab ra. Bertanya kepada Nabi Muhammad Saw. tentang kewajiban memakai hijab bagi istri-istrinya Nabi Muhammad Saw. ketika bertemu dengan orang lain, maka turunlah ayat tersebut sebagai jawaban. Sedangkan dalam kitab al-Islam wa Qadhaya al-Mar’ah al-Mu’ashirah di katakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan kekhawatiran Nabi Muhammad Saw. terhadap kecantikan istri beliau. yaitu Zainab binti Jahsy.
Selain itu, tujuan dari ayat di atas terhadap istri-istri Nabi Muhammad Saw. adalah agar mewajibkan kepada mereka (istri-istri Nabi Muhammad Saw.) untuk menutupi semua anggota badan selain wajah dan telapak tangan, dengan memakai tabir ketika berada di antara orang lain yang bukan muhrim.
Sedangkan yang dimaksud dengan al-Hijab pada ayat di atas adalah, tabir pembatas yang menghalangi wanita dari penglihatan orang lain, tetapi bukan sesuatu yang dipakai seperti pakaian, celana maupun jilbab akan tetapi berbentuk sebuah pemisah seperti tembok, hordeng dan lain sebagainya. Mengacu pada ayat di atas bahwa ketika pada zaman Nabi Muhammad Saw., ada orang asing yang datang kepada istri beliau untuk bertemu dikarenakan ada sesuatu urusan, maka Nabi pun mengizinkannya akan tetapi memerintahkan agar istrinya bertemu dibalik tabir. Al-Hijab dalam pengertian sebagai tabir penghalang tidak diwajibkan kepada wanita yang bukan istri Nabi Muhammad Saw., perintah Nabi di atas bukan perintah untuk semua wanita, tetapi khusus bagi istrinya beliau saja.
Oleh karena itu, di zaman sekarang tidak ada satu pun wanita yang melakukan seperti itu, dikarenakan kekhususannya. Coba bayangkan jika itu tidak dikhususkan akan tetapi malah diperintahkan oleh semua wanita, mungkin akan banyak efek dan kendala yang dihadapi oleh wanita, akan tidak adanya wanita karier, akan tidak adanya wanita yang berpolitik dan lain sebagainya. Belum lagi serangan-serangan dari para orientalis yang saat ini belum menemukan satupun kekurangan dalam Islam, mungkin akan mengkritik tentang masalah ini, jika seandainya perintah ini bagi seluruh wanita. Maka pantaslah jika Islam adalah agama yang mudah dan juga fleksibel bagi pemeluknya, sehingga pemeluknya pun tidak akan merasa keberatan ataupun kesusahan ketika menjalankan syariat-syariat Allah, sehingga malulah kita terhadap Allah SWT. yang memberikan kemudahan kepada umat Nabi Muhammad Saw. akan tetapi kita tidak menjalankan syariatnya Allah SWT, Na’udzubillah. Wallahu’alam
2 komentar:
Salam....
Mungkin tujuan dengan adanya perintah bagi seorang perempuan muslim harus menutupi auratnya,salah satunya adalah untuk meminimalisir adanya syahwat dari kaum adam.Namuan pada zaman seperti sekarang ini,tanpa adanya hijab pun atau terlihat auratnya, sudah bisa menimbulkan syahwat,seperti halnya sex in the phone...!yaitu behubungan intim lewat telp,(jarak jauh).Bagaimana Islam menyikapi ini????
Posting Komentar