Itulah seuntaian firman dari firman-firman Allah SWT. yang lainnya, firman ini begitu indah dan begitu sejuknya di hati seorang Muslim, ketika mendengarkan dan membaca ayat ini. Bagaimana tidak bahagia, Allah SWT. mengkhususkan hanya orang-orang yang berimanlah yang mendapatkan keberuntungan, yakni keberuntungan yang sebenarnya, keberuntungan yang sesungguhnya, dan keberuntungan yang kekal. Bukan orang yang mendapatkan rezeki nomplok dan bukan pula orang yang berlimpah harta, tetapi ini dikhususkan bagi orang yang shalat.
Keindahan dan kesejukan itu tiba-tiba berhenti sejenak ketika mendengarkan embel-embel di dalam shalat untuk khusyu’, apa sih khusyu’ itu? Dan kenapa mendengarkan kata khusyu’ seperti sebuah perkara yang sangat sulit, bukankah Allah SWT. memerintahkan segala amal ibadah sesuai dengan kemampuan hamba-Nya, dan bukankah Allah SWT. Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Islam bukanlah agama yang sulit dan Islam bukan pula agama yang kaku, tetapi Islam adalah agama yang mudah dan agama yang elastis, sehingga hamba-Nya bisa dengan benar-benar mengabdikan semua dirinya kepada Allah SWT., tanpa harus meninggalkan dunia atau bahkan membenci dunia. Sebuah pemahaman yang salah kaprah jika kekhusyu’an dikaitkan dengan aktifitas sehari-hari yang padat dan berjibun, karena Islam sendiri mengajarkan kita untuk mencari dunia untuk kepentingan akhirat. Jadi apakah kita harus uzlah (menyendiri menghindari kebisingan dunia) agar kita mendapatkan predikat “beruntung” karena ingin menghasilkan shalat yang khusyu’, maka terlintaslah dalam fikiran kita sebuah jawaban untuk menolak pertanyaan itu.
Kita hidup di dunia ini mempunyai dua kriteria dalam sebuah interaksi, yakni interaksi terhadap Allah (hubungan vertikal) dan interaksi terhadap makhluk-Nya (hubungan horizontal), sehingga tidak mungkin bagi manusia terlepas dari dua hal tersebut, tetapi sayangnya kebanyakan manusia hanya memetak-metakan saja, dalam artian tidak seimbang, banyak orang yang baik dalam hubungan vertikalnya namun sayang hubungan horizontalnya kurang baik, ataupun sebaliknya hubungan horizontal baik namun sayang hubungan vertikalnya kurang baik, ini adalah sebuah fakta di kehidupan kita. Sehingga seakan-akan agama adalah penyebab kegagalan prestasi kita, ataupun sebaliknya pula seakan-akan dunia adalah penyebab kegagalan dari akhirat. Tetapi yang terbaik adalah orang yang menjadikan dunia jalan untuk menuju akhirat dalam artian seimbang untuk dunia dan akhirat.
Maka jelas lah sudah bahwa kekhusuyu’an tidak ada kaitannya sama sekali dengan kegiatan dan aktivitas kita sehari-hari (urusan dunia). Malahan dunia dan kesibukan kita bisa menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan selalu khusyu saat beribadah kepada-Nya.
Oleh karena itu seorang yang shalat dengan khusyu' bukanlah orang yang shalat dengan menutup mata, menutup telinga dan menutup diri dari keadaan lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, justru orang yang shalatnya khusyu' itu adalah orang yang sangat peduli dan sadar atas apa yang terjadi pada dirinya, lingkungannya serta situasi yang ada saat itu. Ingatkah ketika Rasulullah Saw. pernah memperlama sujudnya, karena ada cucunya yang naik ke atas punggungnya dan ingatkah ketika Rasulullah Saw. pernah mempercepat shalatnya saat menjadi imam, hanya lantaran beliau mendengar ada anak kecil menangis, bukan hanya dua fakta ini saja Rasulullah Saw. memperhatikan keadaan sekitar, tetapi masih banyak fakta-fakta yang lainnya.
Dengan dua fakta di atas, masihkah kita akan mengatakan bahwa shalat khusyu' itu harus selalu berupa kontemplasi ritual tertentu? Haruskah shalat khusyu' itu membuat pelakunya seolah meninggalkan alam nyata menuju alam ghaib tertentu, lalu bertemu Allah SWT. seolah pergi menuju sidratil muntaha bermikraj? Benarkah shalat khusyu' itu harus membuat seseorang tidak ingat apa-apa di dalam benaknya, kecuali hanya ada wujud Allah saja? Benarkah shalat khusyu' itu harus membuat seseorang bersatu kepada Allah SWT?
Kalau masih menganggap khusyu’ hal yang disebutkan di atas, maka sungguh berat sekali bagi kita yang kadang-kadang hanya mempunyai waktu sedikit untuk melaksanakan shalat dengan khusyu’ karena banyak pekerjaan dan hal lainnya yang sulit kita tinggalkan, padahal Allah SWT. tidak memberatkan hamba-Nya sedikit pun dalam beribadah kepada-Nya.
Maka dari sini lah konsep khusyu’ bukan seperti apa yang di amggap selama ini akan tetapi konsep khusyu’ yang sebenarnya adalah apa yang disabdakan Nabi Muhammad Saw. “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.".
Jadi intinya, shalat yang khusyu' itu bukan semata-mata kontemplasi tidak ingat apa-apa, tetapi shalat khusyu' adalah shalat yang memenuhi semua syarat, rukun, kewajiban dan mengerti makna dari tiap gerakan dan bacaannya, yang dilakukan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
Jelaslah sudah apa yang yang di kehendaki dengan khusyu’ dalam ayat al-Qur’an surat Al-Mu'minun ayat satu dan dua, sehingga khusyu’ bisa di terima di kalangan manapun, dalam kondisi apapun dan tidak memberatkan bagi semua kalangan, etnis, budaya, profesi, pekerjaan, dan lain sebagainya, asalkan kita mau belajar banyak tentang Islam maka akan tampaklah keindahan dan ketakjuban agama kita ini. Terakhir kita berdoa semoga kita adalah termasuk orang-orang yang khusyu’, amin. Wallahu ‘alam
-----------
Ibnu Saduki al Bekasi (Adi Nurseha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar